LAPORAN
PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
ACARA II
PERTUMBUHAN KECAMBAH DALAM
CAHAYA
DAN GELAP
Semester : 5 Tahun :
2014
Nama 1. Yohanes Sulistyo
N (12122100001)
2. Sabki (12122100002)
3. Endong S. Adnan (12122100013)
Tanggal praktikum : 15-28 November 2014.
Yogyakarta, 06
Desember 2014
Praktikan :
1.
Yohanes Sulistyo N ( )
2.
Sabki
( )
3.
Endong S. Adnan ( )
A.
TUJUAN
PRAKTIKUM
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap
pertumbuhan kecambah.
B. DASAR TEORI
Pertumbuhan adalah proses pertambahan
volume yang irreversible (tidak dapat balik) karena adanya pembelahan mitosis
atau pembesaran sel; dapat pula disebabkan oleh keduanya. Pertumbuhan dapat
diukur dan dinyatakan secara kuantitatif (Anonim, 2011).
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan
dimulai dengan perkecambahan biji. Kemudian kecambah berkembang menjadi
tumbuhan kecil yang sempurna, yang kemudian tumbuh membesar (Anonim, 2011).
Tumbuhan yang pada salah satu sisinya
disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena jika auksin
dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya
matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat.
Sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti
arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme. Untuk membedakan
tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit qita harus mengetahui
bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya.
sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan gelap
diantaranya (Anonim, 2011).
Tanaman yang
diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu
tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal
ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari.
sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat
pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan
ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar
kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar
matahari (Anonim, 2011).
Banyak faktor
yang mepengaruhi pertumbuhan di antaranya adalah faktor genetik untuk internal
dan faktor eksternal terdiri dari cahaya, kelembapan, suhu, air, dan hormon.
Untuk proses perkecambahan banyak di pengaruhi oleh faktor cahaya dan hormon,
walaupun faktor yang lain ikut mempengaruhi. Menurut leteratur perkecambahan di
pengaruhi oleh hormon auxin , jika melakukan perkecambahan di tempat yang gelap
maka akan tumbuh lebih cepat namun bengkok, hal itu disebabkan karena hormon
auxin sangat peka terhadap cahaya, jika pertumbuhannya kurang merata. Sedangkan
di tempat yang perkecambahan akan terjadi relatif lebih lama, hal itu juga di
sebabkan pengaruh hormon auxin yang aktif secara merata ketika terkena cahaya.
Sehingga di hasilkan tumbuhan yang normal atau lurus menjulur ke atas (Soerga,
2011).
Istilah auksin
berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini
pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri
belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat
dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kerah cahaya. Fenomena
pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak
ditemukan Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui
pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi
yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin yang
ditemukan Went, kini diketahui sebagai Asam Indole Asetat (IAA) dan beberapa
ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin. Namun tumbuhan mengandung 3
senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon
yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai auksin.
Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat
(PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1992).
Para ahli
fisiologi telah meneliti pengaruh auksin dalam proses pembentukan akar lazim,
yang membantu mengimbangkan pertumbuhan sistem akar dan system tajuk. Terdapat
bukti kuat yang menunjukkan bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada
awal pertumbuhan akar. Bila daun muda dan kuncup, yang mengandung banyak
auksin, dipangkas maka jumlah pembentukan akar sampling akan berkurang. Bila
hilangnya organ tersebut diganti dengan auksin, maka kemampan membentuk akar
sering terjadi kembali (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin juga
memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu, misalnya
tanaman apel (Pyrus malus), telah membentuk primordia akar liar terlebih dahulu
pada batangnya yang tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan akan
tumbuh apabila dipacu dengan auksin. Primordia ini sering terdapat di nodus
atau bagian bawah cabang diantara nodus. Pada daerah tersebut, pada batang
apel, masing-masing mengandung sampai 100 primordia akar. Bahkan, batang tanpa
primordia sebelumnya kan mampu menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan
floem bagian luar (Salisbury dan Ross, 1995).
Cahaya
mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas
(kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas
(panjang hari) (Elisa, 2011).
a.
Kuantitas
cahaya
Cahaya dengan
intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang
positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika
penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal
ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic
(perkecambahannya dihambat oleh cahaya) (Elisa, 2011).
Biji positively
photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka
waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini
disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic
menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan
dengan temperatur rendah (Elisa, 2011).
b.
Kualitas
cahaya
Yang menyebabkan
terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm),
sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek
dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali
bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian
dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji
mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi
alternatif) (Elisa, 2011):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji
dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730
inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya
perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730
nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses
perkecambahan (Elisa, 2011).
Faktor-faktor
yang menyebabkan dormansi pada biji dapat dikelompokkan dalam:
a)
faktor
lingkungan eksternal, seperti cahaya, temperatur, dan air;
b)
faktor
internal, seperti kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor, dan rendahnya
zat perangsang tumbuh;
c)
faktor
waktu, yaitu waktu setelah pematangan, hilangnya inhibitor, dan sintesis zat
perangsang tumbuh.
Dormansi pada
biji dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis, cahaya, temperatur, dan bahan
kimia. Proses perkecambahan dalam biji dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
proses perkecambahan fisiologis dan proses perkecambahan morfologis. Sedangkan
dormansi yang terjadi pada tunas-tunas lateral merupakan pengaruh korelatif
dimana ujung batang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian
tumbuhan lainnya yang dikenal dengan dominansi apikal. Derajat dominansi apikal
ditentukan oleh umur fisiologis tumbuhan tersebut (Anonim, 2011).
Perkecambahan
biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang
masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat
salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses
perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir
adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar
ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut
diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji
maupun daging buah (Elisa, 2011).
Biji-bijian dari
banyak spesies tidak akan berkecambah pada keadaan gelap, biji-biji itu
memerlukan rangsangan cahaya. Karena itu kelihatannya perkecambahan yang
dikendalikan cahaya merupakan satu adaptasi tanaman yang tidak toleran terhadap
penaungan. Cahaya sendiri memiliki suatu intensitas, kerapatan pengaliran atau
intensitas menunjukkan pengaruh primernya terhadap fotosintesis dan pengaruh sekundernya
pada morfogenetika pada intensitas rendah, tetapi sebagian memerlukan energi
yang lebih besar (Zhamal, 2011).
Ekologi tanaman
dalam kaitannya dengan intensitas cahaya diatur oleh dua hal yaitu penempatan
daun dalam posisi dimana akan diterima intersepsi cahaya maksimum. Berarti
diatas kanopi dan didalam komunitas yang kompleks sebagian besar daun tesebut
tidak dapat mencapainya. Karena itu sebagian besar dari daun akan berada pada
intensitas cahaya yang kurang dari yang dibutuhkan.
Fotosintesis dimaksimumkan untuk energi yang diterima,
dengan anggapan keadaan ini menjadi dibawah titik jenuh cahaya untuk
fotosintesis normal, sehingga tetap dalam kesinambungan neto karbon yang
positif (pengikatan CO2 untuk fotosintesis lebih besar daripada jumlah yang
dikeluarkan pada respirasi dan hasil karbohidrat). Sehelai daun yang berada
pada keseimbangan C yang negative akan memerlukan gula yang diambil dari sisa
tanaman dan akan mengurangi ketegaran secara menyeluruh (Zhamal, 2011).
Adanya
penyinaran sinar matahari akan menimbulkan cahaya. Sedang cahaya sangat
dibutuhkan untuk :Pembentukan zat warna hijau (chlorophyll),
Pertumbuhan tanaman dan kwalitas daripada produksi.
Tanaman yang kurang cahaya matahari pertumbuhannya lemah, pucat dan memanjang.
Setiap jenis sayuran menghendaki syarat-syarat yang sangat berlawanan, ada
suatu jenis yang menghendaki penyinaran panjang, ada pula yang pendek. Yang
dimaksud penyinaran panjang ialah lebih dari 12 jam, sedang penyinaran pendek
kurang dari 12 jam (Zhamal, 2011).
C. METODELOGI
a.
Waktu
dan Tempat
Praktikum dilaksanakan
di kampus Universitas PGRI Yogyakarta, pada tanggal 15-28 November 2014.
b.
Bahan dan Alat
Untuk
keperluan praktilum, kami menggunakan bahan-bahan serta peralatan sebagai
berikut :
1) Bji
kacang tanah
2) Kertas
saring
3) Petridish
4) Timbangan
5) Oven
6) Penggaris
7) Gelas
ukur
c.
Cara
Kerja
a. Memilih
60 biji yang berukuran sama, 60 biji tersebut di bagi dalam 3 kelompok (A, B dan
C) masing-masing terdiri atas 20 biji. Kelompok A digunakan untuk menentukan
kadar air dalam biji dengan menimbang berat biji segar, kemudian berat biji
kering setelah dimasukkan dalam oven dengan suhu 95oC selama 48 jam.
b. Untuk
kelompok biji B dan C, menimbang berat segarnya dan menentukkan volumenya.
Sesudah itu dikecambahkan dalam petridish. Sesudah 48 jam biji-biji tersebut
ditanam dalam pot yang telah berisi pasir yang telah dicuci bersih.
Menempatkan kelompok B pada tempat yang
mendapat cahaya sedangkan kelompok C dalam tempat yang gelap. Siramlah pot-pot
tersebut dalam waktu-waktu tertentu.
c. Setelah
2 minggu mengamati dan mencatat sifat-sifat dan pertumbuhan ditempat cahaya dan
ditempat gelap.
D. DATA HASIL PENGAMATAN
a. Kelompok A
b.
Kelompok B dan C
Keterangan : HS = Hijau segar
HK = Hijau kekuningan / kuning
E.
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan
kelompok A, dari biji segar menjadi biji kering terjadi penyusutan bobot dari
biji tersebut. Hal ini dikarenakan berkurangnya kadar air dalam biji.
Pengamatan kelompok B dan C,
dengan perlakuan B ditanam ditempat terang sedangkan C ditanam ditempat gelap.
Setelah 2 minggu terlihat jelas perbedaannya. Pertumbuhan kecambah kelompok B dengan
kelompok C sangat berbeda. Kelompok C memiliki tinggi kecambah yang rata-rata
lebih tinggi daripada kelompok B. Perbedaan tinggi pada tanaman tersebut
disebabkan oleh kuantitas cahaya yang diserap oleh tanaman. Cahaya merupakan faktor utama sebagai energi dalam
fotosintesis dalam
menghasilkan energi. Dalam keadaan banyak cahaya, auksin mengalami kerusakan
sehingga pertumbuhan kecambah terhambat. Laju tumbuh pada tumbuhan tersebut
segera berkurang sehingga batang lebih pendek, namun tumbuh lebih kokoh, daun
berkembang sempurna, dan berwarna hijau.
Namun,
pada tumbuh
yang di tempat gelap
akan tumbuh lebih cepat, namun dengan kondisi batangnya sangat lemah dan
cenderung warnanya pucat kekuningan, kurus, dan daunnya tidak berkembang
(etiolasi). Keadaan ini terjadi akibat tidak adanya cahaya sehingga dapat
memaksimalkan fungsi auksin untuk pemanjangan sel-sel tumbuhan.
Sehingga tanaman tidak mengalami pertumbuhan sempurna dan dapat mengakibatkan
kematian terhadap tanaman.
Dalam praktikum ini ada
beberapa biji yang tidak berhasil berkecambah, hal ini dikarenakan biji
terserang jamur dan mati. Ini diakibatkan kondisi cuaca dan
ruangan yang selalu berubah-ubah sehingga mampu mempengaruhi pertumbuhan pada
sebagian tanaman. Kelembaan perlu tetap dijaga agar tanaman dapat tumbuh
maksimal.
F. KESIMPULAN
Cahaya merupakan faktor
utama sebagai energi dalam fotosintesis, untuk menghasilkan energi. Tumbuhan
yang tumbuh di tempat gelap akan tumbuh lebih cepat, namun dengan kondisi
tekstur batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan, kurus,
dan daunnya tidak berkembang (etiolasi). Keadaan ini terjadi akibat tidak
adanya cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk pemanjangan
sel-sel tumbuhan. Sebaliknya, tumbuhan yang tumbuh di tempat terang menyebabkan
tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan kondisi relatif pendek, tekstur batangnya
sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan serta daun berkembang baik.
Daftar
Pustaka
Anonim,
2011, Auksin, http://id.Anonim.org/, diakses pada tanggal 30
November 2014.
Elisa,
2011, Dormansi dan Perkecambahan Biji, http://elisa.ugm.ac.id/,
diakses pada tanggal 30 November 2014
Dwidjoseputro,
D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Latunra,
A. Ilham, 2011, Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Biologi
FMIPA UNHAS, Makassar.
Salisbury,
F.B. dan Ross, C.W., Ross 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press,
Bandung.
Soerga,
N., 2011, Pola Pertumbuhan Tanaman, http://soearga.wordpress.com/, diakses
pada tanggal 3 Desember 2014.
Zhamal,
2011, Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan Biji Kacang Hijau. http://
catatanzhamal.blogspot.com/, diakses pada tanggal 3 Dovember 2014.
Nur, J.,
2011, Perkembangan Kecambah Dalam Gelap
dan Terang, https://pustakabiolog.files.wordpress.com/2011/12/perkembangan-kecambah-dalam-gelap-dan-terang.docx.
diakses tanggal 3 Desember 2014.