Natuna.
(sijorinews.co) – Sejarah Kabupaten Natuna tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kabupaten Kepulauan Riau, karena sebelum berdiri sendiri sebagai daerah otonomi, Kabupaten Natuna merupakan bahagian dan Wilayah Kepulauan Riau. Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999, dengan dilantiknya Bupati Natuna Drs. H. Andi Rivai Siregar oleh Menteri Dalam Negeri ad interm Jenderal TNI Faisal Tanjung di Jakarta.
Berdasarkan Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia, Propinsi Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1956 menggabungkan diri ke dalam Wilayah Republik Indonesia dan Kepulauan Riau diberi status Daerah Otonomi Tingkat II yang dikepalai Bupati sebagai kepala daerah yang membawahi 4 kewedanaan sebagai berikut:
*Kewedanaan Tanjungpinang, meliputi Kecamatan Bintan Selatan (termasuk Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur).
* Kewedanaan Karimun, meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur dan Moro.
* Kewedanaan Lingga, meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.
* Kewedanaan Pulau Tujuh, meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tembelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Kewedanaan Pulau Tujuh yang membawahi Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur beserta kewedanaan laiannya dihapus berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. UP/247/5/1965. Berdasarkan ketetapan tersebut, terhitung 1 Januari 1966 semua daerah administratif kewedanaan dalam Kabupaten Kepulauan Riau dihapus.
Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 dari hasil pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau yang terdiri dari 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Jemaja, Siantan, Midai dan Serasan dan satu Kecamatan Pembantu Tebang Ladan.
Seiring dengan kewenangan otonomi daerah, Kabupaten Natuna kemudian melakukan pemekaran daerah kecamatan yang hingga tahun 2004 menjadi 10 kecamatan dengan penambahan, Kecamatan Pal Matak, Subi, Bunguran Utara dan Pulau Laut dengan jumlah kelurahan/desa sebanyak 53.
Hingga tahun 2007 ini Kabupaten Natuna telah memiliki 16 Kecamatan. 6 Kecamatan pemekaran baru itu diantaranya adalah Kecamatan Pulau Tiga, Bunguran Timur Laut, Bunguran Tengah, Siantan Selatan, Siantan Timur dan Jemaja Timur dengan total jumlah kelurahan/desa sebanyak 75.
Legenda pulau Natuna
Menurut legenda, penghuni pertama Pulau Natuna Besar adalah Demang Megat. Alkisah, ada seorang anak yang terbawa hanyut sebatang kayu. Anak itu, menurut kisah, berasal dari Siam (Thailand). Kala itu pulau tersebut belum bernama.
Air laut yang menghanyutkan kayu itu kemudian mendamparkannya di sebuah pulau. Entah atas kekuatan dari mana tiba-tiba anak itu berubah besar dan berbulu. Dialah yang kemudian disebut Demang Megat. Oleh Wan Tarhusin, warga Natuna yang mengisahkan legenda itu, Demang Megat juga memiliki kekuatan dan kesaktian.
Demang Megat, yang menjadi penghuni pertama Pulau Natuna Besar itu, kemudian menikah dengan seorang putri Kerajaan Johor bernama Engku Fatimah. Kala itu Engku Fatimah tengah berlayar menuju gugusan Kepulauan Natuna dan kemudian mendarat di pantai Pulau Natuna Besar. Di bawah sebuah pohon besar bernama bungur di pulau itulah Engku Fatimah bertemu dengan Demang Megat. Karena saling terpikat, mereka kemudian menikah dan tinggal di pulau itu.
Dari nama pohon tempat pertemuan antara Engku Fatimah dan Demang Megat itulah tanah atau pulau itu kemudian disebut Bunguran. Pernikahan itu berjalan langgeng dan merupakan berkah bagi Engku Fatimah.
Sebelumnya ia telah 40 kali menikah, tetapi tak berapa lama setelah menikah suaminya selalu meninggal.
Hanya bersama Demang Megat perkimpoian Engku Fatimah bisa langgeng. Oleh Kerajaan Johor, Demang Megat kemudian digelari Datuk Kaya. ”Gelar itu diberikan untuk yang pertama kalinya, dan gelar itu merupakan gelar tertinggi,”
Keberagaman itu membuat Natuna menjadi makin kaya. Tidak hanya karena sumber daya alam yang dimilikinya dan segala potensi kelautan yang menjadi anugerahnya, tetapi juga kekayaan latar belakang warga yang mendiaminya. Sejarah, legenda, dan nama kemudian menjadi latar belakang yang menjadikan apa yang terjadi saat ini makin berurat-berakar.
Umumnya, legenda mengisahkan tentang pertemuan aneka suku bangsa di tempat yang baru dan tak bernama. Di Natuna, saat ini pertemuan itu makin mendapat makna karena perjumpaan lebih banyak budaya, suku, dan bangsa, yang tentu saja diharapkan makin memperkaya Natuna.
Komposisi etnis kabupaten natuna pada tahun 2000 berdasarkan sensus penduduk.
Etnis:
Jawa = 6,34 %
Tionghoa = 2,52 %
Minangkabau = 0,70 %
Batak = 0,50 %
Bugis = 0,38 %
Banjar = 0,14 %
Lain-lain = 4,15 %
sumber: terungkaplagi blogspot
Batu sindu