BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila Merah
Nila merah (Oreochromis niloticus) didatangkan ke Indonesia awal tahun
1981 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Santoso 2000). Ikan ini
kemungkinan merupakan hasil persilangan antara Oreochromis mossambicus atau
Oreochromis niloticus dengan Orechromis honorum, Oreochromis aureus, atau
Klasifikasi nila merah (Gambar 1) menurut Amri dan Khairuman (2002)
adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub Filum: Vertebrata
Kelas: Ostheichthyes
Sub Kelas: Acanthoptherigi
Ordo: Percomorphi
Sub Ordo: Percoidea
Famili: Cichlidae
Genus: Oreochromis
Spesies: Oreochromis niloticus
Gambar 1. Ikan Nila Merah
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Secara umum, bentuk nila merah panjang dan ramping, dengan sisik
berukuran besar. Matanya besar dan menonjol. Gurat sisi (Linea lateralis)
terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut. Jumlah sisik pada gurat sisi
sebanyak 34 buah. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-
jari lunak yang keras dan tajam seperti duri. Selain itu, terlihat adanya pola garis-
8
garis vertikal di sirip ekor ada enam buah dan di sirip punggung ada delapan buah.
Garis dengan pola yang sama (garis vertikal) juga terdapat di kedua sisi tubuh nila
merah dengan jumlah delapan buah (Amri dan Khairuman 2002).
Nila merah memilik lima buah sirip, yakni sirip punggung (dorsal fin),
sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip anus (anal fin) dan sirip
ekor (caudal fin). Ada empat warna nila merah, yaitu oranye, pink/albino, albino
dengan bercak merah dan hitam, serta oranye/albino dengan bercak merah
(Iskandar 2003).
Nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan. Ikan ini hidup
di perairan tawar, seperti kolam, sawah, sungai, danau, waduk, situ, dan genangan
air lainnya. Nila juga masih dapat tumbuh di perairan payau pada salinitas 10-20
permil. Ikan ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 25-30 C dan pada masa
o
berpijah
membutuhkan
suhu
22
-27
o
C.
Nilai
pH
optimum
untuk
perkembangbiakan dan pertumbuhan nila adalah 7-8 (Rukmana 1997). Nila sangat
merespon terhadap pemeliharaan intensif, terutama faktor pemberian pakan dalam
jumlah yang memadai dan kualitasnya tinggi. Nila memiliki keunggulan antara
lain pertumbuhan relatif cepat, mudah berkembang biak, dan daya adaptasi
terhadap pertumbuhan lingkungan tinggi (Santoso 2000).
Nila bersifat omnivor yaitu jenis hewan yang memakan tumbuhan maupun
hewan lainnya. Pada stadium larva mempunyai kebiasaan makan di perairan yang
dangkal. Jenis makanan yang disukai larva yaitu zooplankton seperti zat-zat renik
yang melayang di air, dan udang-udang kecil. Pada nila dewasa umumnya
mencari makan di tempat yang lebih dalam. Jenis makanan yang disukai oleh nila
dewasa adalah fitoplankton, algae, tumbuh-tumbuhan air, dan organisme renik
yang melayang di air (Rukmana 1997).
Di habitat alam, nila dapat memijah sepanjang tahun, tetapi paling banyak
pemijahan terjadi pada musim hujan. Daur hidup sejak telur sampai menjadi induk
berlangsung selama 5-6 bulan. Setiap tahun nila dapat berpijah 6-7 kali. Tempat
pemijahan biasanya berada di dasar tanah, sebagai ciri terjadinya perkawinan
9
terlihat cekungan pada dasar tempat untuk menyimpan telur
dan tempat
perkawinan (Rukmana 1997).
2.2 Probiotik (Kusuma Bioplus)
Probiotik berasal dari bahasa Yunani yang artinya untuk hidup. Probiotik
terdiri dari dua kata yaitu, pro yang berarti mendukung (lawan kata dari anti yang
berarti melawan) dan biotik yang berarti lingkungan hidup. Istilah ini mulai
digunakan sejak tahun 1965 oleh Willey dan Stell untuk menjelaskan suatu zat
yang diekresikan oleh mikroorganisme yang mampu merangsang pertumbuhan.
Menurut Fuller (1989) dalam Verschuere et al. (2000), probiotik diartikan sebagai
mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi oleh inang (ternak, ikan maupun
manusia) akan memberikan pengaruh yang menguntungkan baginya dengan
memperbaiki lingkungan mikrobiota yang ada dalam sistem pencernaan. Sanders
dan Gibson (2006) dalam Farfanzar (2009) mendefinisikan probiotik sebagai
mikroorganisme
hidup yang diberikan dalam
jumlah tertentu dan dapat
memberikan keuntungan bagi kesehatan inang. Menurut Verschuere et al. (2000)
menyatakan bahwa probiotik dalam akuakultur berarti mikroba hidup yang
memberikan pengaruh menguntungkan pada inang, menjamin perbaikan dalam
penggunaan pakan
atau meningkatkan kualitas lingkungannya
sedangkan
Aritonang et al. (2004), menyatakan probiotik sebagai kumpulan berbagai
mikroorganisme hidup dan non patogen yang diberikan pada hewan untuk
menjaga
keseimbangan mikroorganisme dalam
saluran pencernaan dengan
mencegah tumbuhnya mikroorganisme patogen.
Kusuma Bioplus adalah probiotik komersil yang khusus digunakan untuk
ikan. Probiotik ini
merupakan pakan tambahan berupa mikroorganisme hidup
(bakteri dan mikroba lain) yang bermanfaat dalam proses metabolisme pencernaan
ikan dan proses bioremidiasi. Penggunaan melalui pakan dapat meningkatkan
pertumbuhan dan bobot ikan, menjaga stamina ikan sehingga terhindar dari
penyakit serta menekan tingkat kematian benih ikan. Bakteri probiotik yang
terkandung di dalamnya terdiri dari campuran kelompok
Bacillus
sp,
Lactobacillus sp, Pseudomonas sp, serta beberapa mikroba bermanfaat lainnya.
10
Gambar 2. Probiotik Kusuma Bioplus
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
2.3 Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup (survival
rate)
adalah perbandingan jumlah
organisme yang hidup pada akhir suatu periode dengan jumlah organisme yang
hidup pada awal periode. Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai parameter
untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup. Parameter untuk
mengetahui tingkat kelangsungan hidup suatu populasi ikan yaitu mortalitas ikan
(Effendie 1997).
Kelangsungan hidup sebagai salah satu parameter uji kualitas benih adalah
peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas adalah
kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme yang dapat menyebabkan
turunnya jumlah populasi. Kelangsungan hidup akan menentukan produksi yang
diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan
hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta
perbandingan antara jumlah pakan dan kepadatannya (Effendie 1997). Menurut
Zonneveld et al. (1991) kualitas air berupa parameter fisik dan kimia yang tidak
stabil akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme
akuatik
dalam
melakukan aktivitas.
11
Penambahan Bacillus sp. meningkatkan kelangsungan hidup udang pada
kolam, menurunkan sejumlah bakteri patogen Vibrio sp. (Moriarty 1998 dalam
Gatesoupe 1999). Menurut Prihadi (2003) penggunaan bakteri Bacillus sp. dengan
kepadatan 10 -10 mampu menekan perkembangan bakteri Vibrio sp. di tambak,
4
5
walaupun sumber air yang masuk ke tambak tersebut banyak mengandung bakteri
Vibrio sp.
Hasil penelitian Khattab et al. (2002) menunjukkan kelangsungan hidup
nila sebesar 95% setelah diberi pakan yang telah dicampur dengan Pseudomonas
sp., 97,5 % setelah diberi pakan dengan campuran Pseudomonas sp. dan
Micrococcus luteus, dan 100% setelah diberi pakan yang telah dicampur
Micrococcus luteus.
2.4 Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan ukuran panjang
atau berat dalam suatu waktu tertentu. Pertumbuhan ikan disebabkan oleh
perubahan jaringan akibat pembelahan mitosis sel-sel tubuh. Pertumbuhan
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam
umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol diantaranya adalah keturunan,
kelamin, dan umur sedangkan faktor luar diantaranya adalah kondisi fisik-kimiawi
perairan dan makanan (Effendie 1997).
Pertumbuhan ikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pertumbuhan
mutlak dan pertumbuhan relatif. Pertumbuhan mutlak adalah penambahan ukuran
baik
panjang, berat
maupun
volume
dalam waktu tertentu. Sedangkan
pertumbuhan relatif adalah perbedaan ukuran pada akhir interval dengan ukuran
awal
interval dibagi
dengan ukuran pada
awal
interval (Effendie
1997).
Pertambahan ukuran baik panjang atau bobot diukur dalam waktu tertentu dengan
selang waktu yang sama, yaitu satu minggu, sepuluh hari, dua minggu dan satu
bulan. Pertumbuhan ikan pada awal fase hidupnya mula-mula berjalan lambat
untuk sementara, tetapi kemudian pertumbuhan berjalan dengan cepat (autolitik).
Pertumbuhan akan kembali melambat pada umur tua (Effendie 1997).
12
Hubungan antara pertambahan panjang dan pertambahan bobot akan
menentukan pola pertumbuhan ikan. Pola pertumbuhan ikan ada dua yaitu
pertumbuhan allometrik dan pertumbuhan isometrik. Pertumbuhan yang dikatakan
alometrik jika pertambahan bobot lebih kecil atau lebih besar dari pertambahan
panjang, sedangkan pertumbuhan dikatakan isometrik jika pertambahan bobot
seimbang dengan pertambahan panjang (Effendie 1997).
Hasil penelitian Khattab et al. (2002) menunjukkan bahwa pertumbuhan
nila meningkat setelah diberi pakan yang telah dicampur dengan Micrococcus
luteus dan Pseudomonas sp. masing-masing, yaitu 1,61% dan 1,34%. Ikan nila
yang diberi pakan dengan campuran bakteri Micrococcus luteus dan Pseudomonas
sp. menghasilkan pertumbuhan 1,47%.
2.5 Kualitas Air
Suhu merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat penting bagi
ikan dan hewan air lainnya. Suhu yang ideal untuk kehidupan ikan di daerah
tropis sekitar 25-32°C (Mulyanto 1992). Pada umumnya, ikan mempunyai
toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang mendadak. Oleh karena itu,
perubahan suhu yang cepat atau pemindahan ikan secara tiba-tiba ke tempat yang
memiliki suhu lebih tinggi atau sangat rendah, dapat menyebabkan ikan tersebut
mati meskipun suhu perairan yang baru itu masih dibawah titik mati jenis ikan
tersebut (Boyd dan Lichkoppler 1979). Fluktuasi suhu yang terlalu besar akan
menyebabkan beberapa pengaruh terhadap kesehatan ikan karena bila suhu terlalu
rendah maka ikan akan kurang aktif, nafsu makan menurun sehingga laju
metabolisme pun menurun. Sebaliknya, bila suhu terlalu tinggi, maka ikan akan
sangat aktif, nafsu makan meningkat sehingga kebutuhan oksigen akan meningkat
serta laju metabolisme pun akan meningkat (Lesmana 2001). Menurut Sucipto
(2008) peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi
bahan organik oleh bakteri.
Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen
dan menunjukkan kualitas air tersebut bersifat asam atau basa. Skala pH 0-14 dan
pH 7 adalah netral berarti air tidak bersifat asam ataupun basa. Bila nilai pH diatas
13
7 berarti air tersebut basa dan bila nilai pH di bawah 7 berarti air tersebut asam
(Boyd dan Lichkoppler 1979). Ikan dapat hidup dan berkembang biak dengan
baik apabila pH airnya 6-8 (Barnabe 1990). Menurut Zonneveld et al. (1991) pH
air yang baik digunakan untuk budidaya antara 6,7-8,2.
Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah gas oksigen dalam mg/L yang
terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari hasil fotosintesis
oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya, dan difusi dari udara (Hawkins dan
Anthony
1981). Perairan yang diperuntukkan bagi
kepentingan perikanan
sebaiknya memiliki konsentrasi oksigen tidak kurang dari 5 mg/L. Konsentrasi
oksigen terlarut kurang dari
4 mg/L
menimbulkan efek yang kurang
menguntungkan bagi hampir semua organisme akuatik (Effendie 2003). Pada
kandungan oksigen terlarut kurang dari 4-5 mg/L, nafsu makan ikan berkurang
serta pertumbuhannya terhambat. Kandungan oksigen terlarut yang baik dalam
perairan adalah 5-7 mg/L (Mulyanto 1992).
Ammonia
(NH ) yang terdapat pada
3
kolam
merupakan
sisa hasil
metabolisme ikan dan pembusukan senyawa organik oleh bakteria (Boyd dan
Lichkoppler 1979). Sumber ammonia di perairan adalah penguraian nitrogen
organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah
dan air, berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota perairan
yang telah mati) oleh bakteri dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah
amonifikasi (Effendie 2003). Di dalam air, ammonia mempunyai dua bentuk
senyawa, yaitu bentuk senyawa ammonia bukan ion (NH ) dan ion ammonium
3
(NH ) (Boyd dan Lichkoppler 1979). Pada suhu dan pH rendah, kebanyakan
4
+
amonia dalam air berbentuk ion amonium (NH ). Ion ini relatif tidak bersifat
4
+
toksik bagi organisme akuatik. Peningkatan pH atau suhu akan meningkatkan
daya racun ammonia, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH
yang sifatnya lebih beracun daripada yang berbentuk ion NH4+
Ammonia dapat menembus bagian membran sel lebih cepat daripada ion
NH4+ (Dinges 1982 dalam Kordi dan Tancung 2007). Batas pengaruh yang
mematikan dapat terjadi bila konsentrasi ammonia pada air kolam sekitar 0,1-0,3
mg/L (Boyd dan Lichkoppler 1979). Di daerah tropis, seperti Indonesia, sebaiknya
kandungan ammonia dalam air tidak lebih dari 1 mg/L. Kandungan ammonia
lebih dari 1 mg/L dapat menghambat daya serap hemoglobin darah terhadap
oksigen atau pengikatan oksigen oleh darah sehingga
menyebabkan ikan
kekurangan oksigen dan akan mati karena sesak napas (Mulyanto 1992).
Nitrit (NO ) merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat dalam
proses nitrifikasi. Di perairan alami, nitrit (NO ) biasanya ditemukan dalam
jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak
stabil. Di perairan konsentrasi nitrit jarang melebihi 1 mg/L. konsentrasi nitrit
yang lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang
mempunyai toleransi yang rendah terhadap nitrit (Effendie 2003).
Nitrat (NO ) adalah bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan
nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Senyawa ini merupakan
hasil proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen. Oksidasi ammonia menjadi
nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi
nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Proses oksidasi ammonia menjadi nitrit
dan nitrat disebut juga nitrifikasi. Kandungan nitrat (NO ) lebih dari 0,2 mg/L
3
dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi
(penyuburan)
perairan, yang
selanjutnya memacu pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat (blooming).
Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik (Effendie 2003).
No comments:
Post a Comment