Wilayah
Indonesia terbentuk dari berbagai komponen lahan, mencakup formasi
geologi/litologi dan terrain dengan kondisi iklim yang beragam. Komponen
lahan
tersebut merupakan faktor pembentuk tanah utama, dan sangat menentukan
tingkat kesesuaian serta potensinya untuk pertanian. Wilayah Indonesia memiliki
dua kondisi iklim yang sangat berbeda. Kawasan Barat Indonesia (KBI) umumnya
beriklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun, yang berdampak
terhadap reaksi tanah atau pH yang masam dan kejenuhan basa yang rendah.
Kawasan Timur Indonesia (KTI) umumnya beriklim kering, sehingga tanahnya
bereaksi netral sampai alkali, dan kejenuhan basanya tinggi. Namun, itu semua
berkaitan dengan jenis batuan.
Di daerah tropis, suhu udara dan
curah hujan sangat berperan dalam proses pelapukan batuan, baik secara fisik
maupun kimia, serta terhadap pembentukan danperkembangan sifat-sifat tanah.
Tanah di dataran tinggi umumnya terbentuk dari bahan volkan, dan dengan suhu
rendah proses pelapukan berlangsung lambat, sehingga kesuburan tanahnya secara
alami akan terawetkan. Namun, karena umumnya berada pada topografi yang
berlereng curam dengan tanah yang labil dan rentan longsor, penggunaannya
sangat terbatas.
Secara alamiah pertumbuhan tanaman tergantung
pada kondisi tanah, lahan dan iklim. oleh karena itu pengklasifikasian iklim berbasis data curah
hujan sangat penting dilakukan untuk menentukan jenis tanaman apa yang ditanam
pada suatu lahan. Apabila terjadi kesalahan penentuan jenis tanaman yang akan
ditanam pada suatu tempat maka tanaman tersebut tidak akan bisa tunbuh dengan
maksimal. Akan tetapi apabila dalam penanaman suatu tanaman mengacu pada
klasifikasi iklim maka akan membuat kecocokan antara tanaman dan iklim yang
berada daerah tersebut maka tanaman yang akan ditanam akan bisa tumbuh dan
menghasilkan hasil produksi yang maksimal. Oleh karena itu, pemahaman
klasifikasi iklim dalam bidang pertanian sangat penting mengingat iklim
merupakan salah satu komponen faktor lingkungan yang menentukan hasil tanaman.
Iklim akan menentukan potensi hasil suatu tanaman maka dari itu pemahaman yang
mendalam mengenai kesesuaian antara tanaman sangat dibutuhkan oleh seorang ahl
praktisi tanaman.
B.
TEORI-TEORI YANG DIGUNAKAN
1. Teori
Mohr (1933)
Menurut Mohr, Koppen
kurang berlaku di indonesia terutama tentang hujan.
Wladimir Koppen (1846 –
1940) seorang biologis jerman
mengkelasifikasi iklim menjadi 5 golongan yang dikenal Klasifikasi Koppen.
Klasifikasi Koppen pernah digunakan di Indonesia, koppen menbagi 5 golongan
besar yang diberi simbol huruf : A – E
A
|
Iklim
hujan tropika
|
B
|
Iklim
kering
|
C
|
Sedang
|
D
|
Dingin
|
E
|
Kutub
|
Sehingga garis besar dasar klas Koppen
Ø Rata-rata
curah hujan (bulanan/tahunan)
Ø Temperatur
(bulanan/tahunan)
Ø Vegetasi
asli dilihat sebagai kenampakan terbaik dari keadaan iklim yang sesungguhnya.
Koppen menilai bahwa daya guna hujan terhadap
perkembangan dan pertumbuhan tanaman tidak hanya tergantung pada jumlah curah
hujan tetapi juga intensitas penguapan, baik dari tanah maupun tanaman. Oleh
karena itu, koppen berusaha menunjukkan intensitas penguapan dan daya guna
hujan adalah dengan menggabungkan temperatur dan hujan. Musim hujan yang sama,
jatuh pada musim panas adalah kurang berguna dibandingkan dengan jatuh pada
musim dingin. Walaupun metode untuk mengukur daya hujan kurang memuaskan,
sehingga tidak cocok untuk di terapka di Indonesia.
Metode Mohr mencoba
presipitasi dan evaporasi sebagai indikasi khusus daerah tropika. Berdasarkan
penelitian tanah, Mohr membedakan 3 tingkatan kebasahan untuk berbagai bulan
dalam satu tahun.
Bulan
Basah
|
CH
≥ 100 mm
|
CH
> Ev
|
Bulan
Lembab
|
CH
60 ≤ CH ≤ 100 mm
|
CH
= Ev
|
Bulan
Kering
|
CH
< 60 mm
|
CH
< Ev
|
Keterangan : CH : Curah Hujan, Ev : Evaporasi.
Untuk mencari bulan basah dan bulan kering Mohr
menggunakan rerata curah hujan masing-masing bulan selama beberapa tahun.
Mohr membagi 5 golongan iklim yaitu
Golongan
|
Daerah
|
Jumlah
bln Kering
|
I
|
Basah
|
0
|
II
|
Agak
Basah
|
1–2
|
III
|
Agak
Kering
|
3–4
|
IV
|
Kering
|
5– 6
|
V
|
Sangat
Kering
|
>6
|
Hasil perhitungan data curah hujan di Cisarua tahun
1994 – 2003.
Daerah
|
1994
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
BB
|
6
|
8
|
7
|
7
|
8
|
8
|
6
|
7
|
7
|
6
|
BL
|
1
|
1
|
2
|
0
|
3
|
0
|
2
|
1
|
1
|
1
|
BK
|
5
|
3
|
3
|
5
|
1
|
4
|
4
|
4
|
4
|
5
|
jumlah bln
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
Golongan
|
IV
|
III
|
III
|
IV
|
II
|
III
|
III
|
III
|
III
|
IV
|
Keterangan : BB : Bulan Basah, BL : Bulan Lembab, BK : Bulan
Kering.
Secara kesimpulan
kawasan jawa barat, memiliki faktor iklim pertahunnya berbeda-beda, dari agak
basah – kering. Tapi dari 10 tahun yang di hitung terdapat 2 tahun musim agak kering berturut-turut dan 4
tahun pada musim yang bersama dan berturut-turut setelah musim kering dan agak
basah. Sedangkan musim kering terdapat pada tahun 1994, kemudian tahun 1997,
dan 6 tahun kemudian baru musim kering kembali yaitu tahun 2003. Terjadi juga musim agak basah selama setahun
yaitu pada tahun 1998 setelah mengalami musim kering pada tahun 1997.
2. Schmidt
dan Ferguson (1951 )
Dasarnya sama seperti
Mohr yaitu : Bulan Basah, dan Bulan Kering, hanya cara mencarinya yang berbeda
dengan menghitung Bulan basah dan bulan kering untuk mesing-masing tahun.
Sebagai dasar penggolongan iklim, dua orang ini menggunakan suatu
Ʃ rerata Bulan kering
|
|
ratio Q =
|
------------------------
|
Ʃ rerata bulan basah
|
Dengan kurun
waktu 10 tahun. Jika kurang maka akan ditiadakan data tersebut. Dengan ratio
BK – CH < 60 mm
BL – CH 60 – 100 mm
BK – CH > 100 mm
Kemudian ditentukan dengan ketetapan untuk
menggolongkan jenis iklim daerah tersebut.
Nilai
|
Pengolongan
|
type
|
0
≤ Q < 0,143
|
A
|
Sangat
basah
|
0,143
≤ Q < 0,333
|
B
|
Basah
|
0,333
≤ Q < 0,600
|
C
|
Agak
basah
|
0,600
≤ Q < 1,000
|
D
|
Sedang
|
1,000
≤ Q < 1,670
|
E
|
Agak
kering
|
1,670
≤ Q < 3,000
|
F
|
Kering
|
3,000
≤ Q < 7,000
|
G
|
Sangat
kering
|
7,000
≤ Q < -
|
H
|
Luar
biasa kering
|
Makin kecil nilai Q, makin basah.
Kemudian di golongkan jenis tanaman terhadap tipe
iklim
Golongan
|
Tipe
iklim
|
Jenis
vegetasi tanaman
|
A
|
Sangat
basah
|
Hutan
hujan tropis
|
B
|
Basah
|
Hutan
hujan tropis
|
C
|
Agak
basah
|
Hutan
dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daun dimusim kemarau
|
D
|
Sedang
|
Hutn
musim
|
E
|
Agak
kering
|
Hutn
savana
|
F
|
Kering
|
Hutan
savana
|
G
|
Sangat
kering
|
Padang
ilalang
|
H
|
Luar
biasa kering
|
Padang
ilalang
|
Syamsubahri, 1987.
Hasil perhitungan data curah hujan di Cisarua tahun
1994 – 2003.
Daerah
|
1994
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
jmlah
|
Rata
|
BB
|
6
|
8
|
7
|
7
|
8
|
8
|
6
|
7
|
7
|
6
|
70
|
7,0
|
BL
|
1
|
1
|
2
|
0
|
3
|
0
|
2
|
1
|
1
|
1
|
||
BK
|
5
|
3
|
3
|
5
|
1
|
4
|
4
|
4
|
4
|
5
|
38
|
3,8
|
jumlah bln
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
Ʃ rerata Bulan kering
|
|
ratio Q =
|
------------------------
|
Ʃ rerata bulan basah
|
7.0
Q
= --------
3,8
Q
= 1,842105263
Tipe
iklim = F
Keterangan = Daerah
kering dengan vegetasi hutan savana.
3. Sistem
Klasifikasi Oldeman
Klasifikasi iklim yang
dilakukan oleh Oldeman didasarkan
kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama tanaman padi. Penyusunan
tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara
berturut-turut.
Oldeman
, et al (1980) menungkapkan bahwa : Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150
mm/bulan, sedangkan tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa
peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan
air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan
curah hujan bulanan sebesar 220 mm/bulan. Sedangkan untuk tanaman palawija
diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan. Sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan
basah apabila mempunyai curahhujan bulanan lebih besar dari ≥ 200 mm. Dan
dikatakan bulan kering apabila lebih kecil dari ≤ 100 mm.
Menurut Tjasyono (2004), lamanya periode pertumbuhan padi
terutama ditentukan oleh jenis /varietas yang digunakan, segingga periode 5
bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam.
Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam.
Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi
tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004).
Oldeman membagi lima zona iklim dan
lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan
basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim
merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian
nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone
E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub
3 sub 4 dan sub 5.
Zone A dapat ditanami padi terus
menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam
setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana
penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan
dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa
tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik.
(Oldeman, et al., 1980)
Oldeman membagi tipe iklim menjadi 5 katagori yaitu A,
B, C, D dan E.
Ø Zone A : Bulan-bulan basah secara
berturut-turut lebih dari 9 bulan.
Ø Zone B : Bulan-bulan basah secara
berturut-turut antara 7 sampai 9 bulan.
Ø Zone C : Bulan-bulan basah secara
berturut-turut antara 5 sampai 6 bulan.
Ø Zone D : Bulan-bulan basah secara
berturut-turut antara 3 sampai 4 bulan.
Ø Zone E : Bulan-bulan basah secara
berturut-turut kurang dari 3 bulan.
NO.
|
Zone
|
BULAN BASAH
|
1.
|
A
|
> 9
|
2.
|
B
|
7 – 9
|
3.
|
C
|
5 – 6
|
4.
|
D
|
3 – 4
|
5.
|
E
|
<3
|
NO.
|
SUB TIPE
|
BULAN KERING
|
1.
|
1
|
<= 1
|
2.
|
2
|
2 - 3
|
3.
|
3
|
4 – 6
|
4.
|
4
|
> 6
|
Berdasarkan kriteria di atas kita
dapat membuat klasifikasi tipe iklim Oldeman untuk suatu daerah tertentu yang
mempunyai cukup banyak stasiun/pos hujan. Data yang dipergunakan adalah data
curah hujan bulanan selama 10 tahun atau lebih yang diperoleh dari sejumlah
stasiun/pos hujan yang kemudian dihitung rata-ratanya. Berdasarkan 5 tipe utama
dan 4 sub divisi tersebut, maka tipe iklim dapat dikelompokkan menjadi 17 wilayah
agroklimat Oldeman mulai dari A1 sampai E 4 sebagaimana tersaji pada gambar
segitiga Oldeman. Oldeman mengeluarkan penjabaran tiap-tiap tipe agroklimat
sebagai berikut.
Bulan basah menurut Oldeman. Berdasarkan data curah hujan di Cisarua.
Daerah
|
1994
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
BB
|
2
|
1
|
5
|
1
|
3
|
1
|
2
|
2
|
2
|
3
|
BK
|
10
|
11
|
7
|
11
|
9
|
11
|
10
|
10
|
10
|
9
|
jumlah bln
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
Zone
|
E
|
E
|
C
|
E
|
D
|
E
|
E
|
E
|
E
|
D
|
Sub Tipe
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Hasil klasifikasi Oldeman dapat
dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan pertanian, seperti penentuan permulaan
masa tanam, penentuan pola tanam dan intensitas penanaman.
Klasifikasi menurut Oldeman
Bulan Basah berturut-turut =
2
Bulan Kering berturut-turut =
10
Tipe Utama = E Sub
Divisi = 4
Tipe Iklim = E 4
Keterangan
=
Penanaman padi tidak baik tanpa adanya persediaan irigas air yang baik, karna
daerah yang cukup kering. Lebih dianjurkan untuk penanaman palawija.
C.
PEMBAHASAN
Dari
data yang doperoleh diketahui bahwa tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson adalah
tipe F dengan keterangan daerah kering
dengan vegetasi hutan savana. Sedangkan tipe iklim menurut Oldeman adalah tipe
E 4 dengan keterangan penanaman padi dan
palawija tergantung pada adanya persediaan air irigasi yang baik. Hal
ini membuat tanaman yang paling cocok ditananam adalah tanaman tembakau.
Dikarekanan tanaman tembakau tidak terlalu membutuhkan air yang terlalu banyak
sehingga sangat cocok dengan tipe iklim tersebut. Tanaman yang tidak cocok
ditanam pada tipe iklim seperti disebutkan di atas adalah tanaman padi. Hal
dikarenakan tanaman padi membutuhkan air yang sangat banyak, apabila tanaman
padi kekurangan air maka tanaman padi tidak akan dapat menghasilkan hasil
produksi yang optimal.
Dari
keadaan iklim yang hampir hujan sepanjang tahun ini tanaman yang paling cocok
ditanam dengan iklim yang hujan sepanjang tahun adalah tanaman padi. Hal ini
dikarenakan ketersediaan air yang mempengaruhi produksi dari padi tersebut.
Apabila padi kekurangan air maka tanaman padi tidak akan bisa tumbuh dan
menghasilkan hasil yang optimal. Sedangkan apabila ketersediaan air cukup, maka
tanaman padi akan tumbuh dan menghasilkan hasil produksi yang optimal.
Tanaman yang tidak cocok ditanam
pada tahun ini yang memiliki iklim hujan hampir sepanjang tahun adalah tanaman
kedelai. Hal ini dikarenakan tanaman kedelai tidak bisa tumbuh dan menghasilkan
hasil produksi yang optimal apabila tanaman kedelai terlalu banyak mendapatkan
suplai air misalnya dari hujan. Oleh karena itu perlu dilakukan peramalan bulan
apabila ingin mendapatkan hasil yang maksimal untuk penanaman tanaman kedelai.
Dari data yang diperoleh dimana pada
data tersebut data menunjukkan tipe iklim menurut oldeman adalah E4. Dimana
pada iklim tersebut menunjukkan intensitas hujan yang merata hampir sepanjang
tahun. Tanaman yang paling cocok ditanam setelah pengamatan sepuluh tahun
adalah tanaman padi. Dikarenakan intensitas hujan yang merata hampir sepanjang
tahun dapat menyediakan air yang sangat dibutuhkan oleh tanaman padi.
No comments:
Post a Comment